Saterdag 11 Mei 2013

DISTOSIA BAHU

A. PENGERTIAN

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir, dengan mencoba salah satu metode persalinan bahu. Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetri karena terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin dan komplikasi pada ibunya.

B. ETIOLOGI

1.      Janin besar
2.      Diabetes maternal
3.      Kehamilan lewat waktu
4.      Riwayat obstetri bayi besar
5.      Obesitas maternal
6.      Disproporsi sefalopelvi
7.      Kala II memanjang

C. DIAGNOSIS
Diagnosis hanya dapat dibuat jika kepala telah lahir. Kemudian akan timbul gejal-gejala :
  1. Jelas tampak kepala mundur kembali kearah perinium
  2. Jarang terjadi resusitasi spontan. Oleh karena tambahan vulua, kepala agaknya tidak mampu bergerak.
  3. Kesulitan biasanya disadari ketika tarikan dari bawah dan dorongan dari atas tidak berhasil melahirkan bayi.
  4. Dilakukan pemeriksaan vaginal untuk mengesampingkan kemungkinan penyebab kesulitan yang lain.

D. KOMPLIKASI
Pada Janin akan mengakibatkan gangguan pada fungsi jantung dan aliran darah ke intracranial sehingga daat mengakibatkan kematian pada saat intrapartum atau masa neonatal
•Komplikasi lain pada janin mengakibatkan paralisis plexus brachials dan fraktur clavikula.
•Sedangkan pada ibu, akan mengakibatkan robekan pada vagina yang luas.


E. SYARAT UNTUK DILAKUKAN PERSALINAN PERVAGINAM
  1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerja sama untuk menyelesaikan persalinan
  2. Masih memiliki kemampuan untuk mengeden
  3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi bayi.
  4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
  5. Bukan monsterum / kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi.

F. PENANGANAN DISTOSIA BAHU
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan
ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah
sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.

METODE PERSALINAN DISTOSIA BAHU
1.      Manuver Mc. Roberts :
-        Posisi Walcher
Hiperfleksi kaki kearah perut sehingga terjadi pelebaran jalan lahir dan mengubah sudut inklinasi dari 25 derajat menjadi 10 derajat.
-         Kepala janin tarik curam kebawak sehingga memudahkan persalinan bahu depan
2.      Manuver Hibbard dan Resnick
-         Lakukan episiotomi luas untuk melebarkan jalan lahir
-         Kepala ditarik curam kebawah, sehingga bahu depan lebih mudah masuk PAP
-         Tekan bahu depan diatas simfisis, sehingga dapat masuk PAP
3.      Manuver Woods Cork Screw
-         Fundus uteri didorong kebawah sehingga lebih menekan bagian terendah janin, untuk masuk PAP
-         Bahu belakang diputar menjadi bahu depan sehingga secara spontan lahir
4.      Manuver Schwartz Dixon
-         Dilakukan persalinan tangan belakang sehingga volume bahu mengecil
-         Selanjutnya persalina bahu dapat dilakukan
5.      Manuver Zevanelli
-         Kepala janin sudah berada diluar, dimasukkan kembali kedalam vagina
-         Diikuti dengan persalinan seksio sesarea
-         Bahaya besar karena akan terjadi ekstensi luka operasi di SBR dan menimbulkan trauma jalan lahir lebih besar.
6.      Teknik Kleidotomi
-         Dilakukan pemotongan tulang klavikula bawah sehingga volume bahu mengecil dan selanjutnya persalinan dapat berlangsung
-         Bila diperlukan dapat dilakukan pemotongan tulang klavikula depan
7.      Simfisiotomi
Untuk melebarkan jalan lahir sehingga bahu dapat lahir.
Komplikasi simfiotomi :
-         Ketidaknyamanan yang berkepanjangan dan nyeri
-         Ruptura vesika urinaria

SUMBER
http://pramijayanti.wordpress.com/2012/10/03/persalinan-dengan-distosia-bahu-2/
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/distosia-bahu/

ATONIA UTERI

Atonia Uteri

a.     Pengertian
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN). 
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan  pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.

b.     Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.

  Gejala Klinis:
·    Uterus tidak berkontraksi dan lunak 
·    Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
d.     Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.

  e. Penanganan Atonia Uteri
Penanganan Umum

·         Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
·         Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
·         Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat. 
·         Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok. oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
·         Pastikan bahwa kontraksi uterus baik: 
·         lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM 
·         Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
·         Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
·         Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:
·         Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
·         Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
 
Penanganan Khusus
·         Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
·         Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
·         Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
·         Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
·         Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.


Teknik KBI
1.      Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
2.      Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3.      Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
cara penanganan atoia uteri kompresi bimanual eksterna (KBE)
kompresi bimanual eksterna (KBE)



4.      Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang miometrium untuk berkontraksi.
5.      Evaluasi keberhasilan:
-     Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
-     Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan    si penjahitan jika ditemukan laserasi.
-     Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian terus kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
6.      Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)         
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
7.      Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 
          Alasan:   Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat  langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hiking selama perdarahan. 
8.      Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan:   KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
9.      Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
10.  Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a.  Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b.  Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c.   Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.
Kompresi bimanual eksternal
1.      Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
2.      Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
cara penanganan atonia uteri kompresi bimanual eksterna (KBE)
Kompresi bimanual eksterna (KBE)




3.      
3.      Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
·         Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika. 
·         Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi. 

Uterotonika :

Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.
Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
    Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.


. 

ASUHAN PERSALINAN NORMAL



A.      Pengertian
a.  persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir (Saifudin, abdul bari.2002)
b.   Persalinan adalah proses pengluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melelui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2006)
c.  Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (mochtar, rustam.1998)

B.      Etiologi Persalinan
      Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori – teori yang kompleks. Faktor – faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan nutrisi di sebut sebagai faktor – faktor yang mengakibatkan persalinan mulai.
     Menurut Wiknjosastro (2006) mulai dan berlangsungnya persalinan, antara lain :
a.    Teori penurunan hormon
        Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira – kira 1 – 2 minggu       sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja sebagai penenang bagi otot – otot uterus dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesterone turun.
b.   Teori plasenta menjadi tua
      Villi korialis mengalami perubahan – perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesterone menurun yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c.    Teori berkurangnya nutrisi pada janin
            Jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera di keluarkan.
d.   Teori distensi rahim
            Keadaan uterus yang terus menerus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta menjadi degenerasi.
e.    Teori iritasi mekanik
           Tekanan pada ganglio servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus akan timbul.

f.    Induksi partus (induction of labour)
     Partus dapat di timbulkan dengan jalan :
1) Gagang laminaria : beberapa laminaria di masukkan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.
2)    Amniotomi : pemecahan ketuban.
3)    Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan infuse.

C.       Patofisiologi Persalinan
a.   Tanda – tanda permulaan persalinan
     Menurut Manuaba (1998), tanda – tanda permulaan peralinan :
1)  Lightening atau settling atau dropping Yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara. 
2)    Perut kelihatan lebih melebar, fundus uterus turun. 
3)    Perasaan sering – sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
4)   Perasaan sakit di perut dan di pegang oleh adanya kontraksi. Kontraksi lemah di uterus, kadang – kadag di sebut “ traise labor pains”.
5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah juga bercampur darah (bloody show)
6)    Tanda – tanda inpartu.
Menurut Mochtar (1998), tanda – tanda inpartu :
1)      Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.
2)   Keluar lender bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan – robekan kecil pada serviks’
3)      Kadang – kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4)      Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

D.      Pembagian Tahap Persalinan
a.    Persalinan kala I
            Menurut azwar (2004), persalinan kala I adalah pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap.
Dengan ditandai dengan :
1)     Penipisan dan pembukaan serviks. 
2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimalm2           kali dalam 10 menit).
3)    Keluarnya lendir bercampur darah.
     Menurut wiknjosasto, kala pembukaan di bagi atas 2 fase yaitu :
                  1)      Fase laten
Pembukaan serviks berlangsung lambat, di mulai dari pembukaan 0 sampai pembukaan 3 cm, berlangsung kira – kira 8 jam. 
2)      Fase aktif
Dari pembukaan 3 cm sampai pembukaan 10 cm, belangsung kira – kira 7 cm.
Di bagi atas :
a)Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam, pembukaan 3 cm menjadi 4.
b)   Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm
c)Fase deselarasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm.   
  
       Kontraksi  menjadi lebih kuat dan sering pada fase aktif. Keadaan tersebut dapat dijumpai pada primigravida maupun multigravida, tetapi pada multigravida fase laten, fase aktif das fase deselerasi terjadi lebih pendek.
(1)   Primigravida
Osteum uteri internum akan membuka terlebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Keadaan osteum uteri eksternal membuka, berlangsung kira – kira 13 – 14 jam.
(2)   Multigravida
Osteu uteri internum sudah membuka sedikit sehingga osteum uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang bersama.
b.   Kala II (pengluaran)
            Menurut winkjosastro (2002), di mulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Pada primigravida berlangsung 2 jam dan pada multigravida berlangsung 1 jam.
            Pada kala pengluaran, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira – kira 2 -3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot – otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air bersih, dengan tanda anus terbuka.
            Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan maksimal kepala janin di lahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah his istriadat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk meneluarkan anggota badan bayi.

c.    Kala III (pelepasan uri)
                 Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengluaran uri (mochtar, 1998). Di mulai segera setelah bayi baru lahir samapi lahirnya plasenta ysng berlangsung tidak lebih dari 30 menit (saifudin, 2001) 
                  1)      Tanda dan gejala kala III
Menurut depkes RI (2004) tanda dan gejala kala III adalah : perubahan bentuk dan   tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang, semburan darah tiba – tiba. 
2)      Fase – fase dalam pengluaran uri (kala III)
Menurut Mochtar (1998) fase – fase dalam pengluaran uri meliputa :
a)      Fase pelepasan uri
Cara lepasnya luri ada beberapa macam, yaitu :
(1)   Schultze : lepasnya seperti kita menutup payung , cara ini paling sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, kemudian seluruhnya.
(2)   Duncan : lepasnya uri mulai dari pinggir, uri  lahir akan mengalir keluar antara selaput ketuban pinggir plasenta.
b)      Fase pengeluaran uri
Persat – perasat untuk mengetahui lepasnya uri, antara lain :
(1)   Kustner, dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atas simfisis, tali pusat di tegangkan maka bila tali pusat masuk (belum lepas), jika diam atau maju ( sudah lepas).
(2)   Klein, saat ada his, rahim kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali ( belum lepas), diam atau turun ( sudah lepas).
(3)   Strassman, tegangkan tali pusat dan ketok fundus bila tali pusat bergetar (belum lepas), tidak bergetar (sudah lepas), rahim menonjol di atas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar dank eras, keluar darah secara tiba – tiba.
d.    Kala IV ( obsevasi )
      Menurut saifudin (2002), kala IV dimulai dari saat lahirnya plasena sampai 2 jam pertama post partum.
Observasi yang di lkukan pada kala IV adalah :
1)      Tingkatk kesadaran
2)      Pemeriksaan tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi dan pernafasan
3)      Kontraksi uterus
4)      Perdarahan : dikatakan normal jika tidak melebihi 500 cc.


E.        Mekanisme Persalinan Normal
Menurut Manuaba (1999) gerakan – gerakan janin dalam persalinan adalah  sebagi berikut :
a.       Engagement ( masuknya kepala ) : kepala janin berfiksir pada pintu atas panggul.
b.      Descent ( penurunan )
Penurunan di laksanakan oleh satu / lebih.
1)      Tekanan cairan amnion
2)      Tekanan langsung fundus pada bokong kontraksi otot abdomen.
3)      Ekstensi dan penelusuran badan janin.
4)      Kekuatan mengejan.
c.       Fleksion (fleksi)
Fleksi di sebabkan karena anak di dorong maju dan ada tekanan pada PAP, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Pada fleksi ukuran kepala yang melalui jalan lahir kecil, karena diameter fronto occopito di gantikan diameter sub occipito.
d.      Internal rotation ( rotasi dalam)
Pada waktu terjadi pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari janin memutar ke depan ke bawah simfisis ( UUK berputar ke depan sehingga dari dasar panggul UUK di bawah simfisis)
e.       Extensition ( ekstensi )
Ubun – ubun kecil (UUK) di bawah simfisis  maka sub occiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi ( ekstensi ).
f.       External rotation (rotasi luar)
Gerakan sesudah defleksi untuk menyesuaikan kedudukan kapala denga punggung anak.
g.      Expulsion ( ekspusi ) : terjadi kelahiran bayi seluruhnya.

F.        Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut mochtar ( 1998 ) faktor – fakor yang berperan dalam persalinan antara lain :
a.    Jalan lahir (passage)
1)         Jalan  lahir di bagi atas :
a)   Bagian keras tulang – tulang panggul ( rangka panggul ).
b)   Bagian lunak panggul.
2)         Anatomi jalan lahir
a)   Jalan lahir keras : pelvis/panggul
Terdiri dari 4 buah tulang, yaitu :
(1)   Os.coxae, terdiri dari : os. Illium, os. Ischium, os.pubis
(2)   Os.sacrum : promontorium
(3)   Os.coccygis.
Tulang panggul di pisahkan oleh pintu atas panggul menjadi 2 bagian :
(1)   Pelvis major : bagian di atas pintu atas panggul dan tidak berkaitan dengan persalinan.
(2)   Pelvis minor : menyerupai suatu saluran yang menyerupai sumbu melengkung ke depan.
b)   Jalan lahir lunak : segmen bawah rahim, serviks, vagina, introitus vagina, dan vagina, muskulus dan ligamentum yang menyelubungi dinding dalam dan bawah panggul.
3)         Bidang – bidang Hodge
Adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan persalinan, yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui pemeriksaan dalam.
Bidang hodge :
Ø  Hodge I         : promontorium pinggir atas simfisis
Ø  Hodge II        : hodge I sejajar pinggir bawah simfisis
Ø  Hodge III      : hodge I sejajar ischiadika
Ø  Hodge IV      : hodge I sejajar ujung coccygeus
Ukuran – ukuran panggul :
Ø Distansia spinarium (24 – 26 cm)
Ø Distansia cristarium (28 – 30 cm)
Ø Conjugate externa (18 – 20 cm)
Ø Lingkar panggul (80-90 cm)
Ø Conjugate diagonalis (12,5 cm)
b.   Passenger ( janin dan plasenta )
1)      Janin 
Persalinan normal terjadi bila kondisi janin adalah letak bujur, presentasi belakang kepala, sikap fleksi dan tafsiran berat janin <4000 gram.
2)      Plasenta
Plasenta berada di segmen atas rahim (tidak menhalangi jalan rahim). Dengan tuanya plasenta pada kehamilan yang bertambah tua maka menyebabkan turunya kadar estrogen dan progesterone sehinga menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi.
c.    Power (kekuatan)
     Yaitu faktor kekuatan ibu yang mendorong janin keluar dalam persalinan terdiri dari :
1)      His (kontraksi otot rahim)
      His yang normal mempunyai sifat :
Ø  Kontraksi dimulai dari salah satu tanduk rahim.
Ø  Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim.
Ø  Kekuatannya seperti memeras isi rahim dan otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehinnga terjadi refleksi dan pembentukan segmen bawah rahim.
2)      Kontraksi otot dinding perut.
3)      Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4)      Ketegangan dan kontraksi ligamentum.

G.       Perubahan – Perubahan Fisiologis Dalam Persalinan
Menurut pusdiknakes 2003, perubahan fisiologis dalam persalinan meliputi :
a. Tekanan darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan kenaikan sistolik rata – rata 10 – 20 mmHg dan kenaikan diastolic rata – rata 5-10 mmHg. Diantara kontraksi uterus, tekanan darah kembali normal pada level sebelum persalinan. Rasa sakit, takut dan cemas juga akan meningkatkan tekanan darah.
b.Metabolism
Selama persalinan metabolism karbohidrat aerobic maupun metabolism anaerobic akan naik secara berangsur disebabkan karena kecemasan serta aktifitas otot skeletal. Peningkatan inni ditandai dengan kenaikan suhu badan, denyut nadi, pernafasan, kardiak output, dan kehilangan cairan.       
c. Suhu badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selam persalinan, terutama selam persalinan dan segera setelah kelahiran. Kenaikan suhu di anggap normal jika tidak melebihi 0.5 – 1 ˚C.
d.    Denyut jantung
         Berhubungan dengan peningkatan metabolisme, detak jantung secara dramatis naik selama   kontraksi. Antara kontraksi, detak jantung  sedikit meningkat di bandingkan sebelum persalinan.
e. Pernafasan
       Karena terjadi peningkatan metabolisme, maka terjadi peningkatan laju pernafasan yang di anggap normal. Hiperventilasi yang lama di anggap tidak normal dan bias menyebabkan alkalosis.
f. Perubahan pada ginjal
 Poliuri sering terjadi selama persalinan, mungkin di sebabkan oleh peningkatan filtrasi glomerulus dan peningkatan aliran plasma ginjal. Proteinuria yang sedikit di anggap biasa dalam persalinan.


g.Perubahan gastrointestinal
  Motilitas lambung dan absorpsi makan padat secara substansial berkurang banyak sekali selama persalinan. Selai itu, pengeluaran getah lambung berkurang, menyebabkan aktivitas pencernaan hamper berhenti, dan pengosongan lambung menjadi sangat lamban. Cairan tidak berpengaruh dan meninggalkan perut dalam tempo yang biasa. Mual atau muntah biasa terjadi samapai mencapai akhir kala I.
h. Perubahan hematologi
          Hematologi meningkat sampai 1,2 garam/100 ml selama persalinan dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari setelah pasca persalinan kecuali ada perdarahan post partum.

H.       Perubahan Psikologi Pada Ibu Bersalinan Menurut Varney (2006) :
a.       Pengalaman sebelumnya
        Fokus wanita adalah pada dirinya sendiri dan fokus pada dirinya sendiri ini timbul ambivalensi mengenai kehamilan seiring usahanya menghadapi pengalaman yang buruk yang pernah ia alami sebelumnya, efek kehamilan terhadap kehidupannya kelak, tanggung jawab ,yang baru atau tambahan yang akan di tanggungnya, kecemasan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk nenjadi seorang ibu.
b.      Kesiapan emosi
           Tingkat emosi pada ibu bersalin cenderung kurang bias terkendali yang di akibatkan oleh perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri serta pengaruh dari orang – orang terdekatnya, ibu bersalin biasanya lebih sensitive terhadap semua hal. Untuk dapat lebih tenang dan terkendali biasanya lebih sering bersosialisasi dengan sesame ibu – ibu hamil lainnya untuk saling tukar pengalaman dan pendapat.
c.       Persiapan menghadapi persalinan ( fisik, mental,materi dsb)
           Biasanya ibu bersalin cenderung mengalami kekhawatiran menghadapi persalinan, antara lain dari segi materi apakah sudah siap untuk menghadapi kebutuhan dan penambahan tanggung jawab yang baru dengan adnya calon bayi yang akan lahir. Dari segi fisik dan mental yang berhubungan dengan risiko keselamtan ibu itu sendiri maupun bayi yang di kandungnya.
d.      Support system
           Peran serta orang – orang terdekat dan di cintai sangat besar pengaruhnya terhadap psikologi ibu bersalin biasanya sangat akan membutuhkan dorongan dan kasih saying yang le bih dari seseorang yang di cintai untuk membantu kelancaran dan jiwa ibu itu sendiri.


I.          58 LANGKAH ASUHAN PERSALINAN NORMAL
Mengenali Gejala dan Tanda Kala II
1.Mengenali dan Melihat adanya tanda persalinan kala II Yang dilakukan adalah: tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda :
a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada  rektum dan vaginanya.
c. Perineum menonjol .
d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan .
2. Memastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk  menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk resusitasi → tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
a.    Menggelar kain diatas perut ibu. Dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
b.   Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3.  Pakai celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan dan menyimpan semua periasan yang dipakai, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan  tangan dengan handuk pribadi yang kering dan bersih.
5. Memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk pemeriksaan dalam.
6. Masukan  oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan disinfeksi  tinggkat tinggi atau steril.
Memastikan Pembukaan Lengkap Dan keadaan Janin Bayi.
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah di basahi air disinfeksi tingkat tinggi.
a. Jika Introitus vagina, perineum, atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan kasa dari arah depan ke belakang.
b.  Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % → langkah 9.
8.  Lakukan Periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
  • Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan korin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal.
Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu proses pimpinan meneran.
11.Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, membantu ibu dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk  meneran.
( pada saat adanya his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa   nyaman ).
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk    meneran.
14. Ajarkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm meletakan handuk bersih diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
16. Meletakan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Membuka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi.
Lahirnya kepala.
19. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakan tangan yang lain di kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala, menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan saat kepala lahir.
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika terjadi lilitan tali pusat.
a.    Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
b.   Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat didua tempat dan potong diantara kedua klem tersebut.
21. menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran peksi luar secara spontan.Lahirnya Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tepatkan ke dua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya, dengan lembut menariknya kearah bawah dan kearah luar sehingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan kearah luar untuk melahirkan bahu posterior. Lahirnya badan dan tungkai
23. Setelah kedua bahu di lahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ketangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan tangan bagian bawah saat menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior saat bayi keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
( anterior ) dari punggung kearah kaki bayi untuk menyangga saat punggung dan kaki lahir memegang kedua mata kaki bayi dan dengan hati – hati membantu kelahiran kaki.
Penanganan Bayi Baru Lahir.
25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakan bayi diatas perut ibu di posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik..
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntukan oksitosin 10 unit IM (Intara muskuler) 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat  bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem dari arah bayi dan memasang klem ke dua  2 cm dari klem pertama ke arah ibu.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan penguntungan tali pusat diantara dua klem tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan.
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi   tengkurap didada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi.
Penatalaksanaan Aktif  Persalinan Kala III.
Oksitosin
34. Memindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
35. Meletakan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat diatas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus, memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas ( dorso – kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
  • Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan Plasenta
37. Lakukan penegangnan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir, (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1.   Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2.   Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
3.   Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4.   Ulangi penegangna tali pusat 15 menit berikutnya.
5.   Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
38.  Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan menggunakan ke dua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilih kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
  • Jika selaput ketuban robek, pakia sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
  • Rangsangan Taktil (Masase) Uterus.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan Masase uterus, meletakan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi ( Fundus menjadi keras).
  • Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
Menilai Perdarahan
40. Memeriksa kedua sisi placenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plesenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif segera lakukan penjahitan.
Melakukan Prosedur paska persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi  perdarahan pervaginam.
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a.    Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit bayi cukup menyusu dari satu payudara.
b.   Biarkan bayi berada didada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
44. Setelah 1 jam, lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri antibiotika salep mata pencegahan, dan vit K 1 mg IM di paha kiri anterolateral.
45. Setelah 1 jam pemberian vit K berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral. Letakan bayi didalam jangkawan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan. Letakan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
Evaluasi
46. Lakukan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
1)  2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
2)  Setiap 15 menit pada 1 jam pertama paska persalinan.
3)  Setiap 20-30 menit pada jam kedua paska persalinan
4) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanaan atonia uteri.
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama paska persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua paska persalinan.
a.    Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama paska persalinan
b.   Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5 0C).
  • Jika bayi sulit bernapas, merintih atau retraksi, diresusitasi dan segera merujuk kerumah sakit.
  • Jika bayi napas terlalu cepat, segera dirujuk.
    • Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Kembalikan bayi kulit kekulit dengan ibunya dan selimuti ibu dan bayi dengan satu selimut.
Kebersihan Dan keamanan
51. Tempatkan semua peralatan dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
( 10 menit ), mencuci dan membilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan – bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan bahwa ibu nyaman, membantu ibu memberikan ASI, menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan klorin 0,5% .
56. Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% membalikan bagian sarung tangan dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air yang  mengalir.

Pendokumentasian
58. Lengkapi patograf (Halaman depan dan belakang, periksa tanda vital dan asuhan kala IV). ( APN 2008)
        


http://putryayyu.blogspot.com/2012/08/asuhan-persalinan-normal-apn-58-langkah_2215.html